PENDAHULUAN
Perdagangan karbon adalah pembayaran
kepada pihak yang mampu memproses karbon dari pemerintah, atau adalah kegiatan
kompensasi terhadap hutan Negara berkembang yang dapat memproses karbon untuk
mengurangi emisi rumah kaca Global Warming).
Perdagangan
karbon juga merupakan mekanisme berbasis pasar untuk membantu membatasi
peningkatan CO2 di atmosfer.
Pasar perdagangan karbon sedang mengalami perkembangan yang membuat pembeli dan
penjual kredit karbon sejajar dalam peraturan perdangangan yang sudah
distandardisasi.
Negara maju
dalam kegiatan industrinya menghasilkan emisi CO2 dalam jumlah yang
besar. Hal ini mengakibatkan terjadinya efek rumah kaca dengan tingkat yang
sangat tinggi yang berdampak pada perubahan iklim secara global (Global
Waming). Penumpukan emisi ini tentunya diakibatkan oleh produksi emisi yang
tinggi dan kurangnya hutan sebagai pemroses CO2 tersebut. Negara
industri tidak mungkin menghancurkan perindustriannya untuk menanam hutan kembali, jadi sebagai tanggung jawabnya untuk membayar
emisi yang sudah diproduksi terhadap Negara lain yang bersedia untuk memproses
karbon senilai karbon yang sudah diproses oleh Negara maju tersebut yang
disebut perdagangan karbon.
Indonesia sebagai Negara berkembang patut untuk turut mengatasi permasalahan
dunia tersebut.
Dalam ranah
kebijakan dan politik lingkungan, telah lama disadari perlunya dipikirkan
sebuah sitem yang menjanjikan sistem
insentif yang menarik secara ekonomi bagi siapa saja (masyarakat, pemerintah,
swasta) yang berinisiatif untuk mempertahankan atau sebisanya memperluas
kawasan hutan. Ekspektasinya sangat sederhana yakni, makin luas sebuah kawasan
hutan maka makin tinggi jumlah atau intensitas tegakan (pohon) yang ada di
dalamnya, sehinga makin besar pula daya-serap atau “daya-tangkap”nya terhadap
karbon bebas yang terlanjur terhambur di alam karena proses pembakaran
fossil-fuel. Dengan sistem insentif yang pantas tersebut, maka siapapun
diharapkan akan termotivasi untuk melakukan penyelamatan hutan, meningkatkan
stok karbon di hutan, dan mengurangi pemanasan global. Insentif tersebut selain
memotivasi juga dianggap sebagai mekanisme yang fair dan berkeadilan.
Pemberian
insentif kepada siapa saja yang berinisiatif menyelamatkan hutan (dan
karenanya menambah akumulasi stok karbon di bumi) menjadi makin perlu dilakukan
mengingat, makin hari luasan hutan makin berkurang. Di Indonesia saja dalam 10
tahun terakhir ini tercatat laju deforestasinya (pembabatan hutan) mencapai 1.3
juta ha per tahun. Apabila kandungan karbon hutan di Indonesia
diperhitungkan sekitar 150 ton C per ha, maka proses deforestasi tersebut
setara dengan dihasilkannya laju emisi (historis) sekitar 715 juta ton CO2
per tahun. Artinya, aktivitas pembongkaran stok karbon dari hutan melalui
deforestasi secepat itu setiap tahunnya, akan setara dengan aktivitas yang
menghasilkan pengotoran atmosfer setara dengan CO2 sejumlah 715 juta
ton per tahun. Jumlah setara GRK tersebut akan semakin bertambah besar bila
emisi GRK lain diperhitungkan seperti NOx dan CH4, sebagai akibat
perubahan ekosistem hutan ke non hutan (Prasetyo, 1998, Saito, 1999 dan
Prasetyo, 1999). Jumlah tersebut sangat signifikan untuk menyumbangkan
pemanasan global, sehingga tidak ada alasan lain kecuali menghentikan atau
paling tidak mengurangi laju deforestasi di Indonesia melalui berbagai cara
(Boer, 2008).
Jadi secara
umum kesadaran untuk memproses CO2 sudah ada sejak dulu. Namun dalam
pengupayaannya pemerintah belum menemukan metode yang tepat. Dengan adanya
kegiatan perdagangan karbon, diharapkan dapat menarik minat masyarakat untuk
melindungi hutan desa dan dapat memanfaatkanya untuk dikomersialkan proses CO2nya.
PEMBAHASAN
Dalam
perdagangan karbon dunia Indonesia turut sebagai Negara berkembang yang harus
berpastisipasi mengembangkan hutan untuk mengurangi emisi CO2. Namun
saat ini kurangnya informasi yang diketahui oleh masyarakat menyebabkan masih
terus maraknya penebangan hutan. Dibuktikan dengan lajunya pembabatan hutan di
Indonesia mencapai 1,3 juta hektar setiap tahun dalam 10 tahun terakhir. Hal
ini tentunya merupakan kerugian besar karena kurangnya informasi yang diperoleh
oleh masyarakat. Padahal dengan memberikan kompensasi kepada pihak yang
bersedia berpartisipasi dalam memproses emisi CO2 dapat meningkatkan
minat minat masyarakat terhadap prlindungan hutan.
Pemecahannya adalah yang sekarang harus mengurangi
pertama-tama negara-negara yang sudah maju. Ukuran pengurangan ini misalnya 5%,
berdasarkan pengeluaran emisi yang dicatat tahun 1990. Ada beberapa cara, salah
satunya dengan berdagang. Misalnya dengan membuat proyek teknologi bersih, yang
ternyata bisa mengurangi emisi negara tersebut hingga 10%. Kelebihan 5% inilah
yang diperdagangkan atau ditawarkan ke negara-negara lain untuk membelinya. Bisa
juga dengan menabung hak emisi dan yang terakhir dengan perdagangan berdasarkan
proyek. Misalnya suatu negara harus mengurangi emisi 5%. Hal itu tidak
dilakukan di dalam negeri, tapi dengan mengekspor teknologi bersih misalnya ke
negara duani ketiga. Proyek teknologi bersih ini dihitung sebagai kredit sang
pemberi dana.
Untuk
tingkat pemerintah daerah khususnya bidang kehutanan, harus menggalakan
penyuluhan terhadap perdagangan karbon agar penebangan hutan tidak terus
meningkat. Dan memberkan kompensasi terhadap pihak yang bersedia memproses
karbon, sehingga dapat menarik minat masyarakat untuk melindungi hutan. Selain
itu juga meningkatkan visa Negara dari kompensasi Negara maju. Karena para
penghasil karbon (Negara Kaju) diwajibkan secara hukum untuk menyeimbangkan
emisi yang mereka keluarkan melalui mekanisime sekuestrasi karbon.
PENUTUP
Simpulannya
adalah walaupun sebagai Negara berkembang, Indonesia memiliki kewajiban untuk
turut menyikapi permasalahan perdagangan karbon. Bahkan Indonesia dapat membuka
lapangan pekerjaan kepada pihak yang bersedia turut dalam perlindungan hutan, yang tentunya dapat
meningkatkan devisa Negara karena dapat menyalurkan emisi CO2 kepada
dunia. Jadi diperlukan manajemenisasi yang tepat dan efektif dari pemerintah
untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Rekomendasi
saya adalah seharusnya peluang ini dimanfaatkan oleh pemerintah daerah untuk
bekerjasama dengan pihak perguruan tinggi, LSM, serta lembaga lain yang dapat menkomersilkan
kemampuan hutan. Terutama terhadap pengembangan hutan domestik di daerah
pedesaan, karena lahan dapat digunakan dalam jangka panjang, sumberdaya manusia
tersedia, dan kondisi lingkungan masih sangat mendukung. Untuk daerah perkotaan
sulit untuk memenuhi tiga aspek tersebut, sehingga cukup dengan pemanfaatan
taman kota dan medium jalan sebagai pengurang emisi CO2. Intinya pengembangan hutan desa untuk perdagangan
karbon.
Rebat FBS TERBESAR – Dapatkan pengembalian rebat atau komisi
BalasHapushingga 70% dari setiap transaksi yang anda lakukan baik loss maupun
profit,bergabung sekarang juga dengan kami
trading forex fbsasian.com
-----------------
Kelebihan Broker Forex FBS
1. FBS MEMBERIKAN BONUS DEPOSIT HINGGA 100% SETIAP DEPOSIT ANDA
2. FBS MEMBERIKAN BONUS 5 USD HADIAH PEMBUKAAN AKUN
3. SPREAD FBS 0 UNTUK AKUN ZERO SPREAD
4. GARANSI KEHILANGAN DANA DEPOSIT HINGGA 100%
5. DEPOSIT DAN PENARIKAN DANA MELALUI BANL LOKAL
Indonesia dan banyak lagi yang lainya
Buka akun anda di fbsasian.com
-----------------
Jika membutuhkan bantuan hubungi kami melalui :
Tlp : 085364558922
BBM : fbs2009