BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Sejarah Singkat Perkembangan Hama
Salah
satu jenis hama yang sering menyerang tanaman holtikultura khususnya tanaman
kentang Solanum tuberosum L adalah Lalat Liriomyza huidobrensis. Invasi Liriomyza huidobrensis ke dalam ekosistem
sayuran di Indonesia telah menambah beban ekonomi para petani kentang khusunya
dan petani sayuran umumnya.
Hama
yang diduga berasal dari Kalifornia, yang kemudian menyebar ke Amerika Selatan.
Pada awalnya Liriomyza huidobrensis
bukan hama penting karena populasinya selalu dapat dikendalikan oleh musuh
alaminya. Namun pada awal tahun 1970 lalat ini berubah menjadi sangat merugikan
akibat musuh alaminya banyak terbunuh oleh insektisida. Di Indonesia hama ini
pertama kali ditemukan tahun 1994 di daerah Cisarua Bogor. Setahun kemudian
menyebar ke dataran tinggi penghasil sayuran di Jawa dan Sumatra, sejak tahun
1998 telah ditemukan pula di Sulawesi Selatan.
Liriomyza huidoberensi, menyebabkan kerusakan dengan cara menggorok daun. Kehilangan hasil akibat serangan hama ini dapat mencapai
75 % pada beberapa tanaman (seperti kentang dan buncis) bahkan dapat
menyebabkan kerusakan total pada kentang (Helda Obari, 2001).
Pada daun nampak bintik-bintik cokelat sebagai akibat tusukan ovipositor lalat betina saat menghisap
cairan sel daun tanaman dan meletakan telur di dalam jaringan daun. Kerusakan
selanjutnya adalah terlihatnya lubang kerokan dalam daun yang disebabkan oleh
larva. Pada serangan parah daun tampak berwarna merah kecoklatan. Akibatnya
seluruh pertanaman hancur.
1.2 Produksi dari Inang
Tanaman kentang (Solanum
tuberosum Linn.) berasal dari daerah subtropika, yaitu dataran tinggi Andes
Amerika Utara. Daerah yang cocok untuk budi daya kentang adalah dataran tinggi
atau pegunungan dengan ketinggian 1.000-1.300 meter di atas permukaan laut,
curah hujan 1.500 mm per tahun, suhu rata-rata harian 18-21oC, serta kelembaban
udara 80-90 persen.
Dibandingkan dengan produksi
kentang di Eropa yang rata-ratanya mencapai 25,5 ton per hektar, produksi
kentang di Indonesia masih sangat rendah. Rata-rata hanya 9,4 ton per hektar.
1.3 Peranan Serangga
Pada
umumnya Lalat Liriomyza huidobrensis
merupakan hama dari tanaman kentang. Karena dari beberapa stadia berpotensi
menimbulkan kerusakan dari tanaman kentang. Hal ini disebabkan karena lalat
tersebut termasuk ke dalam herbivora yaitu organisme pemakan tumbuhan, sehingga
pada perkembangannya lalat tersebut dapat berpotensi mejadi hama. Peran lain dari lalat tersebut adalah sebagai
inang parasitoid yaitu agent hayati yang digunakan untuk mengendalikan polulasi
suatun organisme tertentu.
1.4 Habitat Umum
Pada
umumnya habitat dari Lalat
Liriomyza huidobrensis yaitu pada dataran tinggi berkisar antara 900 –
1200 m diatas permukaan air lain. Karena lalat tersebut merupakan hama dari
tanaman kentang jenis Solanaceae yang dapat tumbuh pada dataran tinggi.
BAB II
ISI
2.1 Morfologi dan Biologi
Klasifikasi
Hama ini mempunyai,nama Lokal : Hama penggorok daun,Nama Internasional :
Leaf miner, Kelas : Insekta,Ordo : Diptera, Family : Agromyzidae, Genus :
Liriomyza,Spesies : Liriomyza huidobrensis.
Ø Morfologi hama
Lalat L.
huidobrensis berukuran panjang 1,7 – 2,3 mm. Sebagian besar tubuhnya
berwarna hitam mengkilap, kecuali skutelum dan bagian samping toraks serta
bagian tengah kepala berwarna kuning. Telur berwarna putih bening,
berukuran 0,28 mm x 0,15 mm. Larva berwarna putih susu atau putih
kekuningan, dan yang sudah berusia lanjut berukuran 3,5 mm. Puparium
berwarna kuning-keemasan hingga coklat-kekuningan, berukuran 2,5 mm.
Pada tanaman
kentang, lama stadium telur berlangsung 2 – 4 hari, stadium larva 6 – 12 hari,
dan stadium pupa 9 – 12 hari. Imago betina mampu hidup selama 6 – 14
hari, dan imago jantan 3 – 9 hari. Perkawinan terjadi sehari setelah
imago keluar dari pupa, dan pada hari berikutnya imago mulai meletakkan
telur. Jumlah telur yang diletakkan oleh betina selama hidupnya berkisar
50 – 300 butir, dengan rerata 160 butir. Siklus hidup lalat L.
huidobrensis pada tanaman kentang berkisar 22 – 25 hari.
Lalat betina
menusuk permukaan atas atau bawah daun dengan alat peletak telurnya (ovipositor).
Lalat betina dan jantan kemudian makan cairan daun yang keluar dari tusukan
tadi. Penusukan juga dilakukan oleh lalat betina pada saat menyisipkan
telurnya dalam jaringan daun.
Larva yang
baru keluar dari telur segera mengorok jaringan mesofil daun, dan tinggal dalam
liang korokan selama hidupnya. Korokan ini makin melebar dengan makin
besarnya ukuran larva. Volume jaringan daun yang dapat dimakan oleh larva
instar-3 sebanyak 600 kali lipat lebih banyak dari pada larva instar-1.
Larva instar-3 yang telah berumur lanjut kemudian keluar dari liang korokan
untuk berkepompong. Umumnya L. huidobrensis berkepompong dalam
tanah. Pada ketimun dan kacang merah puparium sering ditemukan pada
permukaan bawah daun, bahkan pada bawang merah sering ditemukan menempel pada
permukaan bagian dalam rongga daun bawang.
Ø Biologi hama
Hama pengorok daun yang menyerang
tanaman kentang termasuk dalam spesies Liriomyza huidobrensis. Serangga
dewasa berupa lalat kecil berukuran sekitar 2 mm, fase imago betina 10 hari dan
jantan 6 hari. Telur
berukuran 0,1- 0,2 mm, berbentuk ginjal, diletakkan pada bagian epidermis daun.
Larva berukuran 2,5 mm, tidak mempunyai kepala atau kaki. Pupa terbentuk di
dalam tanah. Larva akan merusak tanaman dengan cara menggorok daun sehingga
yang tinggal bagian epidermisnya saja. Serangga dewasa merusak dengan
menusukkan ovipositornya saat meletakan telur dan mengisap cairan daun.
2.2 Siklus Hidup
Hama pengorok daun/ hama
orek-orek/ hama gerandong disebabkan oleh lalat Liriomyza sp. Setelah lalat dewasa meletakkan
telur pada daun dengan cara menusukkan ovipositornya, telur tersebut akan
menetas dalam 3-5 hari. Telur menetas menjadi
larva dan langsung mengorok bagian mesofil (bagian dalam) daun.
Larva terus memakan mesovil daun sambil berjalan maju sehingga meninggalkan
bekas gerekan berupa garis-garis yang berkelok-kelok pada daun tanaman. 7-12
hari larva akan menetas setelah mengalami 3 kali instar dan akan berubah
menjadi pupa. Dalam 3- 6 hari pupa (kepongpong) akan menjadi lalat dewasa.
Kalau kita lihat dari siklus hidup lalat pengorok daun dapat kita ketahui bahwa
hanya vase larvalah yang menjadi hama pada tanaman
2.3 Inang
Liriomyza huidobrensis merupakan hama yang bersifat
polifag yang menyerang tanaman sayuran dari famili Solanaceae, Cruciferae,
Cucurbitaceae, Leguminoceae, Liliaceae, Umbeliferae,Chenopodiaceae,
Amaranthaceae, dan Compositae. Selain sayuran juga menyerang tanaman hias
seperti gerbera, krisan dan berbagai gulma seperti babadotan, sawi tanah,
senggang, bayam liar dan sejenisnya.
2.4 Faktor – Faktor Perkembangan Hama
Faktor – faktor yang
mempengaruhi perkemabgan lalat
Liriomyza huidobrensis adalah faktor biotik dan abiotik. Beberapa faktor
tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
a.
Faktor Biotik adalah faktor hidup yang mempengaruhi
perkembangan lalat tersebut termasuk musuh alami yang dapat mengendalikan hama.
Beberapa musuh alami tersebut diantaranya :
1. Hemiptarsenus varicorni
H. varicornis (Hymenoptera : Eulophidae) merupakan parasitoid penting
pada hama Liriomyza huidobrensis. Parasitoid tersebut dapat di temukan di
seluruh areal pertanamzn kentang yang terserang L. huidobrensis. Tingkat
parasitasi H. varicornis terhadap L. huidobrensis pada tanaman kentang,
kacang-kacangan, seledri, tomat dan caisin rata-rata adalah 37,33%; 40,63%;
35,71%; 24,69% dan 31,68%. Nisbah kelamin antara jantan dan betina adalah 1,5 :
1 (Setiawati dan Suprihatno, 2000).
2. Opius sp
Opius sp. merupakan parasitoid penting hama L. huidobrensis. Telur
berbentuk lonjong, dengan salah satu bagian ujungnya sedikit lebih membengkak
dibandingkan dengan ujung yang lain. Siklus hidupnya berkisar antara 13-59
hari. Masa telur, larva dan pupa masing-masing 2, 6, dan 6 hari. Satu ekor
betina mampu menghasilkan telur sebanyak 49-187 butir. Instar yang paling cocok
untuk perkembangan parasitoid Opius sp., adalah instar ke-3. Pada instar
tersebut masa perkembangan parasitoid lebih singkat dan keturunan yang
dihasilkan lebih banyak dengan proposi betina yang lebih tinggi. Nisbah kelamin
jantan dan betina adalah 1:1 (Rustam et a.l, 2002. dalam A.S. Duriat et al.,
2006)
b.
Faktor abiotik
Faktor abiotik yang paling berpengaruh terhadap perkembangan Lalat Liriomyza huidobrensis adalah curah hujan. Hal ini
disebabkan karena siklus hidup dari lalat tersebut berkembang pada tanah
terutama pupa. Apabila curah hujan tinggi, maka air akan tergenang dan
menyebabkan pupa hanyut. Sehingga lalat tidak dapat berproduksi secara optimal
dan dapat menggangu perkembangannya.
2.5 Pengendalian Hama
1. Kultur teknis
Cara ini dilakukan dengan
menerapkan budidaya tanaman sehat yang meliputi :
-
Penggunaan varietas yang tahan
-
Sanitasi yaitu dengan membersihkan gulma
-
Pemupukan berimbang
-
Menimbun bagian-bagian tanaman yang terserang
2. Mekanis
- Pemangkasan daun-daun yang terserang dan daun bagian bawah yang telah tua.
- Larva dikumpulkan dari sekitar tanaman yang rusak kemudian dimusnahkan.
3. Biologis
Musuh alami yang dapat
digunakan untuk mengendalikan hama penggorok daun pada kentanng antara lain :
- Hemiptarsenus varicorni
H. varicornis (Hymenoptera : Eulophidae)
merupakan parasitoid penting pada hama Liriomyza huidobrensis.
Parasitoid tersebut dapat di temukan di seluruh areal pertanamzn kentang yang
terserang L. huidobrensis. Tingkat parasitasi H. varicornis
terhadap L. huidobrensis pada tanaman kentang, kacang-kacangan, seledri,
tomat dan caisin rata-rata adalah 37,33%; 40,63%; 35,71%; 24,69% dan 31,68%.
Nisbah kelamin antara jantan dan betina adalah 1,5 : 1 (Setiawati dan
Suprihatno, 2000).
Siklus hidup H. varicornis
berkisar antara 12-16 hari. Masa telur, larva dan pupa masing-masing 1-2 hari,
5-6 hari, dan 6-8 hari. Masa hidup betina berkisar antara 88-22 hari. Satu ekor
betina mampu menghasilkan telur sebanyak 24-42 butir (Hindrayani dan Rauf,
2002. dalam A.S. Duriat et al. 2006).
Hemiptarsenus varicornis (Girault) merupakan ektoparasitoid
idiobion larva yang ditemukan hampir di setiap daerah serangan L.
huidobrensis dan L. sativae di Indonesia. Tingkat fekunditas betina
dari parasitoid ini di Laboratorium cukup tinggi yaitu rata-rata 51,7 butir
dengan lama hidup imago betina sekitar 10 sampai 35 hari. Hasil survei di
beberapa lokasi di Indonesia menunjukan tingkat parasitisasinya di lapangan
cukup tinggi. Tingkat parasitisasi tersebut dipengaruhi oleh tanaman inang dari
Liriomyza spp. dan teknologi budidaya yang dilakukan. Upaya pemanfaatan
parasitoid ini sebagai pengendali hayati hama pengorok daun dari genus Liriomyza
dapat dilakukan dengan upaya konservasi melalui pengaturan pola tanam dan
teknologi pertanian ramah lingkungan.
- Opius sp
Opius sp. merupakan parasitoid penting
hama L. huidobrensis. Telur berbentuk lonjong, dengan salah satu bagian
ujungnya sedikit lebih membengkak dibandingkan dengan ujung yang lain. Siklus hidupnya berkisar
antara 13-59 hari. Masa telur, larva dan pupa masing-masing 2, 6, dan 6 hari.
Satu ekor betina mampu menghasilkan telur sebanyak 49-187 butir. Instar yang
paling cocok untuk perkembangan parasitoid Opius sp., adalah instar
ke-3. Pada instar tersebut masa perkembangan parasitoid lebih singkat dan
keturunan yang dihasilkan lebih banyak dengan proposi betina yang lebih tinggi.
Nisbah kelamin jantan dan betina adalah 1:1 (Rustam et a.l, 2002. dalam
A.S. Duriat et al., 2006)
Ciri-ciri Opius sp adalah sebagai berikut:
• Tubuh kecil berwarna orange coklat dengan antenna panjang
• Periode kepompong 7-9 hari
• Parasit dewasa hidup 3-4 hari, Setiap larva memarasit 1 ekor larva inang
(Tengkano dan Soehardjan, 1985).
• Tubuh kecil berwarna orange coklat dengan antenna panjang
• Periode kepompong 7-9 hari
• Parasit dewasa hidup 3-4 hari, Setiap larva memarasit 1 ekor larva inang
(Tengkano dan Soehardjan, 1985).
4. Kimia
Sebelum aplikasi insektisida
dilakukan pemantauan OPT dan aplikasinya apabila diperlukan. Pestisida yang
telah terdaftar dan diizinkan Menteri Pertanian untuk OPT gerbera belum ada,
namun demikian untuk sementara dapat menggunakan insektisida seperti
insektisida Neem azal T/S Azadirachtin 1 % (Baso et al., 2000 dalam A.S
Duriat et al., 2006) atau Trigad 75 WP, Agrimec 18 EC (Novartis, 1998 dalam
A.S. Duriat et al., 2006).
5. Karantina
Tidak membawa bibit dari
daerah endemik ke daerah lainnya. Liriomyza huidobrensis
merupakan hama baru pada tanaman kentang. Hama ini pertama kali dilaporkan
menyerang tanaman kentang di Puncak, Jawa Barat pada tahun 1994 dan diduga
telah resisten terhadap berbagai jenis insektisida dari golongan organofosfat,
karbamat, dan piretroid sintetik. Upaya pengendalian hama tersebut diarahkan
pada program pengendalian hama terpadu (PHT). Dalam program tersebut penggunaan
insektisida hanya dilakukan apabila populasi hama sudah mencapai ambang
pengendalian dan jenis insektisida yang digunakan harus selektif.
Berdasarkan Keputusan Menteri
Pertanian No.: 698/kpts/tp.120/8/1998 Tentang Izin Pemasukan Beberapa Jenis Parasitoid
Dari Hawaii Ke Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia. Memberikan izin
kepada Pusat Kajian Pengendalian Hama Terpadu, Institut Pertanian Bogor untuk
memasukkan 5 (lima) jenis parasitoid dari Hawaii untuk mengendalikan
hama Liriomyza – huidobrensis melalui Bandar Udara Soekarno – Hatta,
Jakarta.
Jenis-jenis parasitoid dimaksud
adalah sebagai berikut :
1. Diglyphus-begini, ektoparasitoid
larva;
2. Diglyphus-intermedius, ektoparasitoid
larva;
3. Chrysocaris-oscinidus, endoparasitoid
larva-pupa;
4. Ganaspidium-utilis, endoparasitoid
larva-pupa;dan
5. Halticoptera-circulus, endoparasitoid
larva-pupa.
6.
Pengendalian
Alternatif
Memasang perangkap lalat.
Pemasangan
yellow sticky trap dengan membentangkan kain kuning (lebar 0,9 m x
panjang sesuai kebutuhan atau 7 m, untuk setiap lima bedengan memanjang)
berperekat di atas tajuk tanaman kentang (Baso et al. 2000). Goyangkan
pada tanaman membuat lalat dewasa beterbangan dan terperangkap pada kain kuning
KESIMPULAN
1.
Hama Liriomyza
huidobrensis merupakan salah satu hama penting pada tanaman kentang. PAda
serangan parah L. huidobrensis bisa menyebabkan seluruh pertanaman hancur
dengan daun tanaman tampak berwarna merah kecoklatan. Untuk gejala awal dapat
menimbulkan bintik-bintik coklat akibat tusuka ovipositor. Selain itu terlihat
lubang kerokan dalam dau yang disebabkan oleh larva. Untuk pengendalian dai L.
huidobrensis dapat memanfaatkan musuh alami seperti H. varicornis atau Opius
sp. ataupun dengan pengendalian lainnya baik secara mekanis, kultur teknis,
biologis, kimia dan karantina.
Sumber :
1. Anonim. Penggorok daun
(leafminer) Liriomyza sp. (On-line).
http://ditlin.hortikultura.deptan.go.id/pot_tanaman_hias/gerbera/penggorok_daun.
diakses tanggal 9 September 2008.
2. Anonim. Protocol For
Diagnosis of quarantine Organisme. (On-line). http://www.CSI.gov.uk. diakses
tanggal 9 September 2008
3. Duriat, A.S., O. Gunawan
dan N. Gunaeni. 2006. Penerapan Teknologi PHT pada Tanaman Kentang. Balai
Penelitian Tanaman Sayuran. Bandung.
4. Obari, Helda. 2001.
Peranan Tanaman Inang terhadap Parasitod dari Liriomyza spp, Hemiptarsensus
varicurnis (Hymenopteri, Eulopidae). (On-line).
http://www.hpt-unlam.com/HeldaAGOSCINTAE.pdf. diakses tanggal 12 September
2008.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar