BAB
II
TINJAUAN PUSTAKA
TINJAUAN PUSTAKA
Banyak jenis tumbuhan tingkat tinggi dapat
menghasilkan berbagai jenis senyawa melalui suatu proses metabolisme sekunder.
Metabolit sekunder ini bisa bersifat sebagai anticipin (terbentuk sebagai
bagian dari jaringan normal) maupun sebagai fitoaleksin (terbentuk sebagai
respon atas adanya gangguan factor abiotik maupun factor biotic seperti
pathogen). Satu jenis tanaman bisa mengandung beberapa jenis senyawa aktif baik
sebagai insektisida, fungisida maupun bekterisida. Masing – masing senyawa
aktif ini mempunyai sifat yang sangat beragam, baik dari segi rumus molekulnya,
berat molekulnya, sifat fisiokimianya dan lain sebagainya. Salah satu contohnya
adalah daun sirih. Sirih
( Piper betle L.) merupakan tanaman
asli Indonesia yang tumbuh merambat atau bersandar pada batang pohon lain.
Sebagai budaya daun dan buahnya biasa dimakan dengan cara mengunyah bersama
gambir, pinang dan kapur. Namun mengunyah sirih telah dikaitkan dengan penyakit
kanker mulut dan pembentukan squamous cell carcinoma yang bersifat malignan.
Minyak atsiri dari
daun sirih mengandung minyak terbang (betIephenol), seskuiterpen, pati,
diatase, gula dan zat samak dan kavikol yang memiliki daya mematikan kuman,
antioksidasi dan fungisida, anti jamur. Sirih berkhasiat menghilangkan bau
badan yang ditimbulkan bakteri dan cendawan. Selain
itu, kandungan bahan aktif fenol dan kavikol daun sirih hutan juga dapat
dimanfaatkan sebagai pestisida
nabati untuk mengendalikan hama penghisap
Polaritas
adalah tingkat kelarutan dalam air merupakan sifat yang bisa dijadikan sebagai
dasar untuk memisahkan senyawa yang beraneka ragam tersebut. Prinsip dasar yang
dapat digunakan untuk pegangan adalah senyawa yang bersifat polar akan larut
dalam pelarut polar demikian sebaliknya, senyawa yang bersifat kurang polar/
non-polar akan larut dalam pelarut kurang/ non-polar. Peelarut yang mempunyai
polaritas yang tinggi adalah methanol, sementara yang memiliki polaritas yang
rendah adalah heksan. Ada sejumlah pelarut organic yang memiliki sifat
polaritas diantara methanol dan heksan, seperti etil asetat, diethyl ether,
dikhloro metan, chloroform dsb.
Pseudomonas sp.
Merupakan bakteri
hidrokarbonoklastik yang mampu mendegradasi berbagai jenis
hidrokarbon. Keberhasilan penggunaan bakteri Pseudomonas dalam upaya
bioremediasi lingkungan akibat pencemaran hidrokarbon
membutuhkan pemahaman tentang mekanisme interaksi antara bakteri Pseudomonas sp
dengan senyawa hidrokarbon.
Kemampuan bakteri Pseudomonas sp. IA7D dalam mendegradasi hidrokarbon
dan dalam menghasilkan biosurfaktan menunjukkan
bahwa isolat bakteri Pseudomonas sp IA7D berpotensi untuk digunakan dalam upaya
bioremediasi lingkungan akibat pencemaran hidrokarbon.
EKSTRAKSI
Daun
tanaman (seperti suar dan sembung delan) yang digunakan dalam percobaan ini,
diambil zat aktifnya dengan ekstraksi. Ekstraksi dilakukan dengan mencincang
kecil – kecil daun tanaman (segar) yang telah bersih. Hasil cincangan
dikeringanginkan selama 2 – 3 hari. Daun tanaman yang telah kering dimaserasi
di dalam methanol dengan perbandingan 1:10 (berat/volume) selama 48 jam dengan
tujuan untuk menarik zat aktif pada bahan yang akan digunakan sebagai pestisida
nabati. Fitrat diperoleh dengan penyaringan melalui 4 lapis kain kasa
dilanjutkan dengan penyaringan dengan menggunakan kertas saring Whatman No 1
atau 2. Filtratnya ditampung (filtrate 1), sedangkan ampasnya direndam atau
diekstrak lagi dengan 1 lt methanol dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu
kamar. Lakukan kegiatan penyaringan sehingga akan diperoleh filtrate 2, dan
ampasnya direndam lagi seperti prosedur sebelumnya, lakukan penyaringan
sehingga diperoleh filtrate 3. Filtrate 1, 2 dan 3 dikumpulkan dan kemudian
dievaporasi menggunakan vacuum rotary
evaporator pada suhu 40°C, sehingga diperoleh ekstrak kasar. Ekstrak kasar
ditimbang, dicatat beratnya dan dikalibrasi dengan berat methanol dalam volume
yang sama dengan ekstrak kasar daun tanaman. Pengenceran ekstrak dilakukan
dengan menambahkan air tween 80% - 10% sebagai pelarutnya. Selanjutnya
dilakukan Bioassay ekstrak kasar
terhadap serangga, jamur dan bakteri. Apabila ekstrak kasar bersifat aktif,
maka dilanjutkan dengan fraksinasi dengan tujuan memisahkan senyawa yang
bersifat aktif karena dalam ekstrak kasar masih banyak terdapat senyawa lain
yang tidak aktif.
a.
Uji
Aktifitas Antijamur dengan Metode Sumur Difusi
Pengujian dilakukan dengan menguji aktivitas
antijamur ekstrak kasar daun suar dan daun sembung delan, serta campuran daun
suar dan sembung delan terhadap F.oxysporum
f.sp. capsici Petri yang telah berisi 10 ml media PDA dan 200 µl suspensi F.oxysporum f.sp. capsici dibiarkan
memadat. Setelah padat sumur difusi dibuat masing – masing sebanyak 2 buah pada
setiap petri dengan menggunakan cork
borer. Setiap sumur difusi diisi dengan 20 µl ekstrak kasar daun tanaman.
Menurut Ardiansyah (2005), jika zona hambatan ≥ 20 mm (daya hambat sangat
kuat), 10 – 20 mm (daya hambat kuat), 5 – 10 mm (daya hambat sedang), dan <
5 mm (daya hambat kurang atau lemah).
b.
Uji
Aktifitas Antibakteri dengan Metode Sumur Difusi
Pengujian dilakukan dengan menguji aktivitas
abtibakteri ekstrak kasar campuran daun suar dan daun sembung delan terhadap Pseudomonas aeruginosa. Petri yang telah
terisi 10 ml media PDA dan 1000 µl suspensi Pseudomonas
aeruginosa dibiarkan memadat. Setelah padat sumur difusi dibuat masing –
masing sebanyak 2 buah pada setiap petri dengan menggunakan cork borer. Setiap sumur difusi diisi
dengan 20 µl ekstrak kasar daun tanaman. Menurut Ardiansyah (2005), jika zona
hambatan ≥ 20 mm (daya hambat sangat kuat), 10 – 20 mm (daya hambat kuat), 5 –
10 mm (daya hambat sedang), dan < 5 mm (daya hambat kurang atau lemah).
Usulan Yang Materi yang Masihsih Terkait;
Tidak ada komentar:
Posting Komentar