Selasa, 19 Juni 2012

Pengujian Ekstrak Daun Suar dan Daun Sembung Delan (Pembahasan)


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
            Pratikum teknologi senyawa alam ini dilakukan pada Rabu, 13 April 2011 bertempat di laboratorium pasca sarjana lantai 3, dengan dosen pembimbing bapak Khamdan. Pengamatan atas pengujian ini dilakukan 2 tahap pertama saat tanggal 18 April 2011 dan yang kedua tanggal  20 April 2011. Dalam praktikum ini dilakukan  dengan menguji aktivitas antijamur dan antibakteri dengan metode sumur difusi sehingga didapatkan hasil sebagai berikut :
a.      Pengamatan pertama pada tanggal 18 April 2011.
                            d = 50 mm            r = 25 mm
Luas koloni pada jamur dengan agen hayati  1
           d = 3,25  mm                  r = 1,63 mm
1,63 x 1,63
            d = 3 mm                       r = 1,5 mm
1,5 x 1,5
 452,5 mm²

Daya Hambat pada jamur Fusarium oxysporum fs. Capsici terhadap Saccharomyces sp.
b.      Pengamatan kedua pada tanggal 20 April 2011
Luas Koloni Kontrol
                            d = 75 mm            r = 37,5 mm
Luas koloni pada jamur dengan agen hayati  1
             d = 42,5 mm                 r = 21,25 mm
21,25  x 21,5
= 1417,9 mm²

            d = 37 mm                     r = 18,5 mm
18,5  x 18,5
= 1074,7 mm²
Daya Hambat pada jamur Fusarium oxysporum fs. Capsici terhadap Saccharomyces sp.
            Jadi uji daya hambat pada Saccharomyces sp. terhadap pertumbuhan jamur Fusarium oxysporum fs. capsici pada hari kedua sebesar 80,73 %. Ini menandakan daun sembung delan dan daun suar memiliki daya hambat yang sangat kuat.
            Pada pengamatan Bakteri Pseudomonas aeruginosa dengan ekstrak daun suar (Samanea saman) dan daun sembung delan didapat hasil sebagai berikut :
Bakteri
Pengamatan I
Pengamtan II
1
d = 32,5 mm
d = 31 mm
2
d = 34,5 mm
d = 32 mm
3
d = 32,5 mm
d = 30,5 mm
Pada pengamatan Jamur Fusarium oxysporum fs. capsici dengan ekstrak daun suar (Samanea saman) dan daun sembung delan didapat hasil sebagai berikut :
Jamur
Pengamatan I
Pengamtan II
1
d = 32,5 mm
d = 31 mm
2
d = 34,5 mm
d = 32 mm
3
d = 32,5 mm
d = 30,5 mm

4.2 Pembahasan
Daya Hambat pada jamur Fusarium oxysporum fs. Capsici terhadap Saccharomyces sp. Sebesar 77%, ini menandakan daya hambat jamur Fusarium oxysporum fs. Capsici terhadap Saccharomyces sp. bersifat sedang. Penghambatan ini dikarenakan senyawa aktif yang terdapat pada ekstraksi jamur Fusarium oxysporum fs. Capsici. Penghambatan yang dilakukan dengan mengeksplorasi lalu mengembangbiakan jamur yang bersidat antagonis ini merupakan salah satu upaya dalam pengendalian hayati.
Daya Hambat pada jamur Fusarium oxysporum fs. Capsici terhadap Saccharomyces sp. Jadi uji daya hambat pada Saccharomyces sp. terhadap pertumbuhan jamur Fusarium oxysporum fs. capsici pada hari kedua sebesar 80,73 %. Ini menandakan daun sembung delan dan daun suar memiliki daya hambat yang kuat. Sehingga dapat direhkomendasikan dalam penanganan penyakit yang disebabkan oleh Saccharomyces sp.

Usulan Yang Materi yang Masihsih Terkait;

Pengujian Ekstrak Daun Suar dan Daun Sembung Delan (METODOLOGI)


BAB III
METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Waktu: Rabu, 13 April – 18 April 2011, pukul 15.00 WITA
Tempat: Laboratorium Pasca  Sarjana
3.2 Alat – alat dan Cara Kerja Fraksinasi
Fraksinasi dilakukan dengan menggunakan kolom kromatografi yang dilanjutkan dengan kromatografi lapis tipis (TLC : Thin Layer Chromatography).
Prosedur kerja:
1.      Ekstrak kasar yang sudah diperoleh disiapkan dalam silica gel (silica gel harus remah seperti pasir dan semua solven sudah menguap).
2.      Siapkan kolom pada posisi tegak dan sumbat lubang bawahnya dengan kapas. Ukuran kolom disesuaikan dengan jumlah sampel yang difraksinasi. Catatan: untuk 10 gr sampel diperlukan kolom dengan ukuran (diameter 3 cm dan panjang 60 cm), kira – kira berisi sekitar 100 gr silica gel.
3.      Timbang sekitar 100 gr silica gel (untuk 10 gr sampel) larutkan dalam heksan kemudian tuangkan ke dalam kolom secara berlahan. Biarkan lubang bawah kolom tertutup sehingga silica gel akan mengendap. (biasanya kolom ini disiapkan sehari sebelum kegiatan fraksinasi).
4.      Tuangkan sampel dalam silica gel secara hati – hati ke dalam bagian atas kolom. Di atas permukaan sampel tempatkan kapas, agar terkesan solven tidak mengganggu lapisan sampel.
5.      Siapkan system solven mulai dari solven bersifat non-polar (heksan) dilanjutkan dengan solven yang lebih polar.
Untuk percobaan ini system solven yang digunakan adalah sebagai berikut:
Heksan : 500 ml
Heksan : dikloro metan = 50 : 50 = 500 ml
Dikhlorometan : 500 ml
Dikhlorometan : etil asetat = 50 : 50 = 500 ml
Etil asetat : 500 ml
Masing – masing ditampung sebanyak 100 ml, maka akan diperoleh 25 fraksi awal.
Thin Layer Chromatography
Fraksi awal yang diperoleh (25 fraksi) ada kemungkinan mengandung senyawa yang sama atau berbeda satu sama lainnya. Untuk mengelompokkannya dilakukan TLC. Siapkan TLC chamber dan TLC plate dan tentukan eluen sebagai pengembang (gunakan heksan : aseton = 40 : 60). Kelompokkan fraksi berdasarkan pita yang muncul pada TLC plate. Lanjutkan dengan Bioassay untuk menentukan fraksi mana yang aktif.
Uji Daya Hambat Saccharomyces sp. Terhadap Pertumbuhan Jamur
Fusarium oxysporum fs. Capsici
Uji daya hambat Saccharomyces sp. terhadap pertumbuhan jamur Fusarium oxysporum fs. Capsici ditentukan dengan menggunakan metode Yuliana dkk. (1987). Persiapan media tumbuh dilakukan dengan menuangkan 10 ml media PDA yang masih encer (± 50 °C) pada cawan petri kemudian digoyang – goyangkan secara melingkar sampai rata di seluruh permukaan cawan petri dan ditunggu sampai padat. Jamur Fusarium oxysporum fs. Capsici diinokulasikan pada media PDA, ditengah – tengah cawan petri, kemudian Saccharomyces sp. diinokulasikan pada 4 posisi mengapit jamur Fusarium oxysporum fs. Capsici berjarak 2 cm dari tepi cawan petri. Selanjutnya cawan petri diinkubasi pada suhu ruang dan pengamatan dilakukan terhadap luas koloni jamur Fusarium oxysporum fs. Capsici, dengan mencatat luas koloni Fusarium oxysporum fs. Capsici. Satiap hari untuk membandingkan antara luas pertumbuhan koloni jamur Fusarium oxysporum fs. Capsici Pada media yang diberi perlakuan mikroba antagonis (Saccharomyces sp.) dengan luas pertumbuhan Fusarium oxysporum fs. Capsici pada control. Penentuan daya hambat mikroba antagonis ditentukan dengan rumus:
Daya Hambat = Luas Koloni Kontrol - Luas Koloni Perlakuan X 100%

Pengujian Ekstrak Daun Suar dan Daun Sembung Delan (Tinjauan Pustaka)


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Banyak jenis tumbuhan tingkat tinggi dapat menghasilkan berbagai jenis senyawa melalui suatu proses metabolisme sekunder. Metabolit sekunder ini bisa bersifat sebagai anticipin (terbentuk sebagai bagian dari jaringan normal) maupun sebagai fitoaleksin (terbentuk sebagai respon atas adanya gangguan factor abiotik maupun factor biotic seperti pathogen). Satu jenis tanaman bisa mengandung beberapa jenis senyawa aktif baik sebagai insektisida, fungisida maupun bekterisida. Masing – masing senyawa aktif ini mempunyai sifat yang sangat beragam, baik dari segi rumus molekulnya, berat molekulnya, sifat fisiokimianya dan lain sebagainya. Salah satu contohnya adalah daun sirih. Sirih ( Piper betle L.) merupakan tanaman asli Indonesia yang tumbuh merambat atau bersandar pada batang pohon lain. Sebagai budaya daun dan buahnya biasa dimakan dengan cara mengunyah bersama gambir, pinang dan kapur. Namun mengunyah sirih telah dikaitkan dengan penyakit kanker mulut dan pembentukan squamous cell carcinoma yang bersifat malignan.
Minyak atsiri dari daun sirih mengandung minyak terbang (betIephenol), seskuiterpen, pati, diatase, gula dan zat samak dan kavikol yang memiliki daya mematikan kuman, antioksidasi dan fungisida, anti jamur. Sirih berkhasiat menghilangkan bau badan yang ditimbulkan bakteri dan cendawan. Selain itu, kandungan bahan aktif fenol dan kavikol daun sirih hutan juga dapat dimanfaatkan sebagai pestisida nabati untuk mengendalikan hama penghisap
Polaritas adalah tingkat kelarutan dalam air merupakan sifat yang bisa dijadikan sebagai dasar untuk memisahkan senyawa yang beraneka ragam tersebut. Prinsip dasar yang dapat digunakan untuk pegangan adalah senyawa yang bersifat polar akan larut dalam pelarut polar demikian sebaliknya, senyawa yang bersifat kurang polar/ non-polar akan larut dalam pelarut kurang/ non-polar. Peelarut yang mempunyai polaritas yang tinggi adalah methanol, sementara yang memiliki polaritas yang rendah adalah heksan. Ada sejumlah pelarut organic yang memiliki sifat polaritas diantara methanol dan heksan, seperti etil asetat, diethyl ether, dikhloro metan, chloroform dsb.


Pseudomonas sp.
Merupakan bakteri hidrokarbonoklastik yang mampu mendegradasi berbagai jenis hidrokarbon. Keberhasilan penggunaan bakteri Pseudomonas dalam upaya bioremediasi lingkungan akibat pencemaran hidrokarbon membutuhkan pemahaman tentang mekanisme interaksi antara bakteri Pseudomonas sp dengan senyawa hidrokarbon.
Kemampuan bakteri Pseudomonas sp. IA7D dalam mendegradasi hidrokarbon dan dalam menghasilkan biosurfaktan menunjukkan bahwa isolat bakteri Pseudomonas sp IA7D berpotensi untuk digunakan dalam upaya bioremediasi lingkungan akibat pencemaran hidrokarbon.
EKSTRAKSI
Daun tanaman (seperti suar dan sembung delan) yang digunakan dalam percobaan ini, diambil zat aktifnya dengan ekstraksi. Ekstraksi dilakukan dengan mencincang kecil – kecil daun tanaman (segar) yang telah bersih. Hasil cincangan dikeringanginkan selama 2 – 3 hari. Daun tanaman yang telah kering dimaserasi di dalam methanol dengan perbandingan 1:10 (berat/volume) selama 48 jam dengan tujuan untuk menarik zat aktif pada bahan yang akan digunakan sebagai pestisida nabati. Fitrat diperoleh dengan penyaringan melalui 4 lapis kain kasa dilanjutkan dengan penyaringan dengan menggunakan kertas saring Whatman No 1 atau 2. Filtratnya ditampung (filtrate 1), sedangkan ampasnya direndam atau diekstrak lagi dengan 1 lt methanol dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu kamar. Lakukan kegiatan penyaringan sehingga akan diperoleh filtrate 2, dan ampasnya direndam lagi seperti prosedur sebelumnya, lakukan penyaringan sehingga diperoleh filtrate 3. Filtrate 1, 2 dan 3 dikumpulkan dan kemudian dievaporasi menggunakan vacuum rotary evaporator pada suhu 40°C, sehingga diperoleh ekstrak kasar. Ekstrak kasar ditimbang, dicatat beratnya dan dikalibrasi dengan berat methanol dalam volume yang sama dengan ekstrak kasar daun tanaman. Pengenceran ekstrak dilakukan dengan menambahkan air tween 80% - 10% sebagai pelarutnya. Selanjutnya dilakukan Bioassay ekstrak kasar terhadap serangga, jamur dan bakteri. Apabila ekstrak kasar bersifat aktif, maka dilanjutkan dengan fraksinasi dengan tujuan memisahkan senyawa yang bersifat aktif karena dalam ekstrak kasar masih banyak terdapat senyawa lain yang tidak aktif.

a.      Uji Aktifitas Antijamur dengan Metode Sumur Difusi
Pengujian dilakukan dengan menguji aktivitas antijamur ekstrak kasar daun suar dan daun sembung delan, serta campuran daun suar dan sembung delan terhadap F.oxysporum f.sp. capsici Petri yang telah berisi 10 ml media PDA dan 200 µl suspensi F.oxysporum f.sp. capsici dibiarkan memadat. Setelah padat sumur difusi dibuat masing – masing sebanyak 2 buah pada setiap petri dengan menggunakan cork borer. Setiap sumur difusi diisi dengan 20 µl ekstrak kasar daun tanaman. Menurut Ardiansyah (2005), jika zona hambatan ≥ 20 mm (daya hambat sangat kuat), 10 – 20 mm (daya hambat kuat), 5 – 10 mm (daya hambat sedang), dan < 5 mm (daya hambat kurang atau lemah).

b.      Uji Aktifitas Antibakteri dengan Metode Sumur Difusi
Pengujian dilakukan dengan menguji aktivitas abtibakteri ekstrak kasar campuran daun suar dan daun sembung delan terhadap Pseudomonas aeruginosa. Petri yang telah terisi 10 ml media PDA dan 1000 µl suspensi Pseudomonas aeruginosa dibiarkan memadat. Setelah padat sumur difusi dibuat masing – masing sebanyak 2 buah pada setiap petri dengan menggunakan cork borer. Setiap sumur difusi diisi dengan 20 µl ekstrak kasar daun tanaman. Menurut Ardiansyah (2005), jika zona hambatan ≥ 20 mm (daya hambat sangat kuat), 10 – 20 mm (daya hambat kuat), 5 – 10 mm (daya hambat sedang), dan < 5 mm (daya hambat kurang atau lemah).

Usulan Yang Materi yang Masihsih Terkait;

Pengujian Ekstrak Daun Suar dan Daun Sembung Delan (Pendahuluan)


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Pembangunan pertanian di indonesia saat ini memasuki masa transisi dari orientasi pertanian dengan pola subsisten kepada pola komersial. Pergeseran tersebut membawa konsekuensi penggunaan pestisida sebagai salah satu komponen penting dalam mengatasi organisme pengganggu tanaman, salah satu kendala bagi pembangunan pertanian yang berorientasi ekonomi. Menurut Reintjes et al. (1999), saat ini pembangunan sektor pertanian disiapkan untuk memasuki era agroindustri dan agribisnis terpadu. Oleh karena itu, pengembangan penerapan teknologi berwawasan lingkungan dan pengembangan sumber daya manusia harus mendapat perhatian dan penekanan yang cukup kuat sebagai landasan pembangunan pertanian berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Pembangunan pertanian berkelanjutan dan berwawasan lingkungan ,antara lain harus dapat memelihara tingkat kapasitas produksi sumber daya alam yang berwawasan lingkungan dan harus dapat mengurangi dampak kegiatan pertanian yang dapat menimbulkan pencemaran serta penurunan kualitas lingkungan hidup. Salah satu langkah nyata yang perlu dilakukan antara lain mengamankan produksi pertanian dari gangguan organisme penyebab penyakit (Anisah, 2008). Salah satu kendala yang dihadapi oleh para petani saat ini antara lain ditemukannya penyakit layu fusarium yang disebabkan oleh jamur Fusarium sp. Jamur ini banyak menyerang tanaman kentang, pisang, tomat, ubi jalar, strawberry dan bawang daun (Machmud et al., 2002; Balai Penelitian Tanaman Hias, 2004).
Banyak cara pengendalian yang dilakukan namun belum berhasil untuk menekan perkembangan patogen tersebut. Menurut Yusriadi (2004), salah satu alternatif pengendalian yang dapat dilakukan untuk menekan populasi jamur Fusarium ini adalah dengan mengembangkan pengendalian secara hayati. Sejauh ini pemakaian pestisida (fungisida) selalu diikuti dengan pertimbangan ekonomi dan berdampak pada lingkungan. Pasar lebih menyukai produksi pertanian yang bebas bahan kimia, sehingga alternatif pestisida yang aman bagi lingkungan dan konsumen sangatlah diperlukan (Purwantisari, 2008).
Pengendalian penyakit tanaman menggunakan bahan-bahan kimia kini mulai dihindari karena berdampak negatif bagi lingkungan, oleh karena itu penggunaan fungisida nabati (biofungisida) mutlak diperlukan. Kebijakan global mengenai pembatasan penggunaan bahan aktif kimiawi pada proses produksi pertanian pada gilirannya akan sangat membebani pertanian Indonesia. Hal ini disebabkan oleh tingginya tingkat ketergantungan petani terhadap pestisida kimia. Ketergantungan inilah yang akan melemahkan produk pertanian asal Indonesia dan daya saingnya di pasar global. Menghadapi kenyataan tersebut agaknya perlu segera diupayakan pengurangan penggunaan fungisida kimiawi dan mengalihkannya pada jenis fungisida yang aman bagi lingkungan. Salah satu cara pengendalian penyakit yang ramah lingkungan dan berpotensi untuk dikembangkan ialah pengendalian hayati menggunakan (bakteri yang hidup di sekitar akar tanaman) sebagai agen biofungisida secara langsung maupun tidak langsung untuk mengontrol serangan spesies pengganggu (Nigam dan Mukerji, 1988).

1.2  Tujuan
Untuk mengetahui hasil pengujian ekstrak daun suar dan daun sembung delan dalam upaya melihat dan memanfaatkan hasil ekstraksi (senyawa alam) yang dapat digunakan sebagai pestisida hayati

Usulan Yang Materi yang Masihsih Terkait;

Rabu, 13 Juni 2012

Hama dan Penyakit Pada Ketela Pohon


HAMA DAN PENYAKIT
1.
Hama
a.
Uret (Xylenthropus)
Ciri: berada dalam akar dari tanaman.
Gejala: tanaman mati pada yg usia muda, karena akar batang dan umbi dirusak.
Pengendalian: bersihkan sisa-sisa bahan organik pada saat tanam dan atau mencampur sevin pada saat pengolahan lahan.
b.
Tungau merah (Tetranychus bimaculatus)
Ciri: menyerang pada permukaan bawah daun dengan menghisap cairan daun tersebut.
Gejala: daun akan menjadi kering.
Pengendalian:menanam varietas toleran dan menyemprotkan air yang banyak.
2.
Penyakit
a.
Bercak daun bakteri
Penyebab: Xanthomonas manihotis atau Cassava Bacterial Blight/CBG .
Gejala: bercak-bercak bersudut pada daun lalu bergerak dan mengakibatkan pada daun kering dan akhirnya mati.
Pengendalian:menanam varietas yang tahan, memotong atau memusnahkan bagian tanaman yang sakit, melakukan pergiliran tanaman dan sanitasi kebun
b.
Layu bakteri (Pseudomonas solanacearum E.F. Smith)
Ciri: hidup di daun, akar dan batang.
Gejala: daun yang mendadak jadi layu seperti tersiram air panas. Akar, batang dan umbi langsung membusuk.
Pengendalian: melakukan pergiliran tanaman, menanam varietas yang tahan seperti Adira 1, Adira 2 dan Muara, melakukan pencabutan dan pemusnahan tanaman yang sakit berat.
c.
Bercak daun coklat (Cercospora heningsii)
Penyebab: jcendawan yang hidup di dalam daun.
Gejala: daun bercak-bercak coklat, mengering, lubang-lubang bulat kecil dan jaringan daun mati.
Pengendalian: melakukan pelebaran jarak tanam, penanaman varietas yang tahan, pemangkasan pada daun yang sakit serta melakukan sanitasi kebun.
d.
Bercak daun konsentris (Phoma phyllostica)
Penyebab: cendawan yang hidup pada daun.
Gejala: adanya bercak kecil dan titik-titik, terutama pada daun muda.
Pengendalian:memperlebar jarak tanam, mengadakan sanitasi kebun dan memangkas bagian tanaman yang sakit .
3.
Gulma
Sistem penyiangan/pembersihan secara menyeluruh dan gulmanya dibakar/dikubur dalam seperti yang dilakukan umumnya para petani Ketela pohon dapat menekan pertumbuhan gulma. Namun demikian, gulma tetap tumbuh di parit/got dan lubang penanaman.

Khusus gulma dari golongan teki (Cyperus sp.) dapat di berantas dengan cara manual dengan penyiangan yang dilakukan 2-3 kali permusim tanam. Penyiangan dilakukan sampai akar tanaman tercabut. Secara kimiawi dengan penyemprotan herbisida seperti dari golongan 2,4-D amin dan sulfonil urea. Penyemprotan harus dilakukan dengan hati-hati.

Sedangkan jenis gulma lainnya adalah rerumputan yang banyak ditemukan di lubang penanaman maupun dalam got/parit. Jenis gulma rerumputan yang sering dijumpai yaitu jenis rumput belulang (Eleusine indica), tuton (Echinochloa colona), rumput grintingan (Cynodon dactilon), rumput pahit (Paspalum distichum), dan rumput sunduk gangsir (digitaria ciliaris). Pembasmian gulma dari golongan rerumputan dilakukan dengan cara manual yaitu penyiangan dan penyemprotan herbisida berspektrum sempit misalnya Rumpas 120 EW dengan konsentrasi 1,0-1,5 ml/liter.