Sabtu, 12 Mei 2012

Hama Lalat Liriomyza huidobrensis pada Tanaman Kentang



BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Sejarah Singkat Perkembangan Hama
Salah satu jenis hama yang sering menyerang tanaman holtikultura khususnya tanaman kentang  Solanum tuberosum L adalah Lalat Liriomyza huidobrensis. Invasi Liriomyza huidobrensis ke dalam ekosistem sayuran di Indonesia telah menambah beban ekonomi para petani kentang khusunya dan petani sayuran umumnya.
Hama yang diduga berasal dari Kalifornia, yang kemudian menyebar ke Amerika Selatan. Pada awalnya Liriomyza huidobrensis bukan hama penting karena populasinya selalu dapat dikendalikan oleh musuh alaminya. Namun pada awal tahun 1970 lalat ini berubah menjadi sangat merugikan akibat musuh alaminya banyak terbunuh oleh insektisida. Di Indonesia hama ini pertama kali ditemukan tahun 1994 di daerah Cisarua Bogor. Setahun kemudian menyebar ke dataran tinggi penghasil sayuran di Jawa dan Sumatra, sejak tahun 1998 telah ditemukan pula di Sulawesi Selatan.
Liriomyza huidoberensi, menyebabkan kerusakan dengan cara menggorok daun. Kehilangan hasil akibat serangan hama ini dapat mencapai 75 % pada beberapa tanaman (seperti kentang dan buncis) bahkan dapat menyebabkan kerusakan total pada kentang (Helda Obari, 2001).
Pada daun nampak bintik-bintik cokelat sebagai akibat tusukan ovipositor lalat betina saat menghisap cairan sel daun tanaman dan meletakan telur di dalam jaringan daun. Kerusakan selanjutnya adalah terlihatnya lubang kerokan dalam daun yang disebabkan oleh larva. Pada serangan parah daun tampak berwarna merah kecoklatan. Akibatnya seluruh pertanaman hancur.
1.2 Produksi dari Inang
Tanaman kentang (Solanum tuberosum Linn.) berasal dari daerah subtropika, yaitu dataran tinggi Andes Amerika Utara. Daerah yang cocok untuk budi daya kentang adalah dataran tinggi atau pegunungan dengan ketinggian 1.000-1.300 meter di atas permukaan laut, curah hujan 1.500 mm per tahun, suhu rata-rata harian 18-21oC, serta kelembaban udara 80-90 persen.
Dibandingkan dengan produksi kentang di Eropa yang rata-ratanya mencapai 25,5 ton per hektar, produksi kentang di Indonesia masih sangat rendah. Rata-rata hanya 9,4 ton per hektar.
1.3 Peranan Serangga
Pada umumnya Lalat Liriomyza huidobrensis merupakan hama dari tanaman kentang. Karena dari beberapa stadia berpotensi menimbulkan kerusakan dari tanaman kentang. Hal ini disebabkan karena lalat tersebut termasuk ke dalam herbivora yaitu organisme pemakan tumbuhan, sehingga pada perkembangannya lalat tersebut dapat berpotensi mejadi hama.  Peran lain dari lalat tersebut adalah sebagai inang parasitoid yaitu agent hayati yang digunakan untuk mengendalikan polulasi suatun organisme tertentu.
1.4 Habitat Umum
Pada umumnya habitat dari Lalat Liriomyza huidobrensis yaitu pada dataran tinggi berkisar antara 900 – 1200 m diatas permukaan air lain. Karena lalat tersebut merupakan hama dari tanaman kentang jenis Solanaceae yang dapat tumbuh pada dataran tinggi.



BAB II
ISI
2.1 Morfologi dan Biologi
Klasifikasi  Hama ini mempunyai,nama Lokal : Hama penggorok daun,Nama Internasional           : Leaf miner, Kelas  : Insekta,Ordo : Diptera, Family : Agromyzidae, Genus  : Liriomyza,Spesies  : Liriomyza huidobrensis.
Ø  Morfologi hama
Lalat L. huidobrensis berukuran panjang 1,7 – 2,3 mm.  Sebagian besar tubuhnya berwarna hitam mengkilap, kecuali skutelum dan bagian samping toraks serta bagian tengah kepala berwarna kuning.  Telur berwarna putih bening, berukuran 0,28 mm x 0,15 mm.  Larva berwarna putih susu atau putih kekuningan, dan yang sudah berusia lanjut berukuran 3,5 mm.  Puparium berwarna kuning-keemasan hingga coklat-kekuningan, berukuran 2,5 mm.
Pada tanaman kentang, lama stadium telur berlangsung 2 – 4 hari, stadium larva 6 – 12 hari, dan stadium pupa 9 – 12 hari.  Imago betina mampu hidup selama 6 – 14 hari, dan imago jantan 3 – 9 hari.  Perkawinan terjadi sehari setelah imago keluar dari pupa, dan pada hari berikutnya imago mulai meletakkan telur.  Jumlah telur yang diletakkan oleh betina selama hidupnya berkisar 50 – 300 butir, dengan rerata 160 butir.  Siklus hidup lalat L. huidobrensis pada tanaman kentang berkisar 22 – 25 hari.
Lalat betina menusuk permukaan atas atau bawah daun dengan alat peletak telurnya (ovipositor).  Lalat betina dan jantan kemudian makan cairan daun yang keluar dari tusukan tadi.  Penusukan juga dilakukan oleh lalat betina pada saat menyisipkan telurnya dalam jaringan daun.
Larva yang baru keluar dari telur segera mengorok jaringan mesofil daun, dan tinggal dalam liang korokan selama hidupnya.  Korokan ini makin melebar dengan makin besarnya ukuran larva.  Volume jaringan daun yang dapat dimakan oleh larva instar-3 sebanyak 600 kali lipat lebih banyak dari pada larva instar-1.  Larva instar-3 yang telah berumur lanjut kemudian keluar dari liang korokan untuk berkepompong.  Umumnya L. huidobrensis berkepompong dalam tanah.  Pada ketimun dan kacang merah puparium sering ditemukan pada permukaan bawah daun, bahkan pada bawang merah sering ditemukan menempel pada permukaan bagian dalam rongga daun bawang.
Ø  Biologi hama
Hama pengorok daun yang menyerang tanaman kentang termasuk dalam spesies Liriomyza huidobrensis. Serangga dewasa berupa lalat kecil berukuran sekitar 2 mm, fase imago betina 10 hari dan jantan 6 hari. Telur berukuran 0,1- 0,2 mm, berbentuk ginjal, diletakkan pada bagian epidermis daun. Larva berukuran 2,5 mm, tidak mempunyai kepala atau kaki. Pupa terbentuk di dalam tanah. Larva akan merusak tanaman dengan cara menggorok daun sehingga yang tinggal bagian epidermisnya saja. Serangga dewasa merusak dengan menusukkan ovipositornya saat meletakan telur dan mengisap cairan daun.
2.2 Siklus Hidup
Hama pengorok daun/ hama orek-orek/ hama gerandong disebabkan oleh lalat Liriomyza sp. Setelah lalat dewasa meletakkan telur pada daun dengan cara menusukkan ovipositornya, telur tersebut akan menetas dalam 3-5 hari. Telur menetas menjadi larva dan langsung mengorok bagian mesofil (bagian dalam) daun. Larva terus memakan mesovil daun sambil berjalan maju sehingga meninggalkan bekas gerekan berupa garis-garis yang berkelok-kelok pada daun tanaman. 7-12 hari larva akan menetas setelah mengalami 3 kali instar dan akan berubah menjadi pupa. Dalam 3- 6 hari pupa (kepongpong) akan menjadi lalat dewasa. Kalau kita lihat dari siklus hidup lalat pengorok daun dapat kita ketahui bahwa hanya vase larvalah yang menjadi hama pada tanaman
2.3 Inang
Liriomyza huidobrensis merupakan hama yang bersifat polifag yang menyerang tanaman sayuran dari famili Solanaceae, Cruciferae, Cucurbitaceae, Leguminoceae, Liliaceae, Umbeliferae,Chenopodiaceae, Amaranthaceae, dan Compositae. Selain sayuran juga menyerang tanaman hias seperti gerbera, krisan dan berbagai gulma seperti babadotan, sawi tanah, senggang, bayam liar dan sejenisnya.
2.4 Faktor – Faktor Perkembangan Hama
Faktor – faktor yang mempengaruhi perkemabgan lalat Liriomyza huidobrensis adalah faktor biotik dan abiotik. Beberapa faktor tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
a.    Faktor Biotik adalah faktor hidup yang mempengaruhi perkembangan lalat tersebut termasuk musuh alami yang dapat mengendalikan hama. Beberapa musuh alami tersebut diantaranya :
1.   Hemiptarsenus varicorni
H. varicornis (Hymenoptera : Eulophidae) merupakan parasitoid penting pada hama Liriomyza huidobrensis. Parasitoid tersebut dapat di temukan di seluruh areal pertanamzn kentang yang terserang L. huidobrensis. Tingkat parasitasi H. varicornis terhadap L. huidobrensis pada tanaman kentang, kacang-kacangan, seledri, tomat dan caisin rata-rata adalah 37,33%; 40,63%; 35,71%; 24,69% dan 31,68%. Nisbah kelamin antara jantan dan betina adalah 1,5 : 1 (Setiawati dan Suprihatno, 2000).
2.   Opius sp
Opius sp. merupakan parasitoid penting hama L. huidobrensis. Telur berbentuk lonjong, dengan salah satu bagian ujungnya sedikit lebih membengkak dibandingkan dengan ujung yang lain. Siklus hidupnya berkisar antara 13-59 hari. Masa telur, larva dan pupa masing-masing 2, 6, dan 6 hari. Satu ekor betina mampu menghasilkan telur sebanyak 49-187 butir. Instar yang paling cocok untuk perkembangan parasitoid Opius sp., adalah instar ke-3. Pada instar tersebut masa perkembangan parasitoid lebih singkat dan keturunan yang dihasilkan lebih banyak dengan proposi betina yang lebih tinggi. Nisbah kelamin jantan dan betina adalah 1:1 (Rustam et a.l, 2002. dalam A.S. Duriat et al., 2006)
b.    Faktor abiotik
Faktor abiotik yang paling berpengaruh terhadap perkembangan Lalat Liriomyza huidobrensis adalah curah hujan. Hal ini disebabkan karena siklus hidup dari lalat tersebut berkembang pada tanah terutama pupa. Apabila curah hujan tinggi, maka air akan tergenang dan menyebabkan pupa hanyut. Sehingga lalat tidak dapat berproduksi secara optimal dan dapat menggangu perkembangannya.
2.5 Pengendalian Hama
1.    Kultur teknis
Cara ini dilakukan dengan menerapkan budidaya tanaman sehat yang meliputi :
-         Penggunaan varietas yang tahan
-         Sanitasi yaitu dengan membersihkan gulma
-         Pemupukan berimbang
-         Menimbun bagian-bagian tanaman yang terserang
2.    Mekanis
  • Pemangkasan daun-daun yang terserang dan daun bagian bawah yang telah tua.
  • Larva dikumpulkan dari sekitar tanaman yang rusak kemudian dimusnahkan.
3.    Biologis
Musuh alami yang dapat digunakan untuk mengendalikan hama penggorok daun pada kentanng antara lain :
  1. Hemiptarsenus varicorni
H. varicornis (Hymenoptera : Eulophidae) merupakan parasitoid penting pada hama Liriomyza huidobrensis. Parasitoid tersebut dapat di temukan di seluruh areal pertanamzn kentang yang terserang L. huidobrensis. Tingkat parasitasi H. varicornis terhadap L. huidobrensis pada tanaman kentang, kacang-kacangan, seledri, tomat dan caisin rata-rata adalah 37,33%; 40,63%; 35,71%; 24,69% dan 31,68%. Nisbah kelamin antara jantan dan betina adalah 1,5 : 1 (Setiawati dan Suprihatno, 2000).
Siklus hidup H. varicornis berkisar antara 12-16 hari. Masa telur, larva dan pupa masing-masing 1-2 hari, 5-6 hari, dan 6-8 hari. Masa hidup betina berkisar antara 88-22 hari. Satu ekor betina mampu menghasilkan telur sebanyak 24-42 butir (Hindrayani dan Rauf, 2002. dalam A.S. Duriat et al. 2006).
Hemiptarsenus varicornis (Girault) merupakan ektoparasitoid idiobion larva yang ditemukan hampir di setiap daerah serangan L. huidobrensis dan L. sativae di Indonesia. Tingkat fekunditas betina dari parasitoid ini di Laboratorium cukup tinggi yaitu rata-rata 51,7 butir dengan lama hidup imago betina sekitar 10 sampai 35 hari. Hasil survei di beberapa lokasi di Indonesia menunjukan tingkat parasitisasinya di lapangan cukup tinggi. Tingkat parasitisasi tersebut dipengaruhi oleh tanaman inang dari Liriomyza spp. dan teknologi budidaya yang dilakukan. Upaya pemanfaatan parasitoid ini sebagai pengendali hayati hama pengorok daun dari genus Liriomyza dapat dilakukan dengan upaya konservasi melalui pengaturan pola tanam dan teknologi pertanian ramah lingkungan.
  1. Opius sp
Opius sp. merupakan parasitoid penting hama L. huidobrensis. Telur berbentuk lonjong, dengan salah satu bagian ujungnya sedikit lebih membengkak dibandingkan dengan ujung yang lain. Siklus hidupnya berkisar antara 13-59 hari. Masa telur, larva dan pupa masing-masing 2, 6, dan 6 hari. Satu ekor betina mampu menghasilkan telur sebanyak 49-187 butir. Instar yang paling cocok untuk perkembangan parasitoid Opius sp., adalah instar ke-3. Pada instar tersebut masa perkembangan parasitoid lebih singkat dan keturunan yang dihasilkan lebih banyak dengan proposi betina yang lebih tinggi. Nisbah kelamin jantan dan betina adalah 1:1 (Rustam et a.l, 2002. dalam A.S. Duriat et al., 2006)
Ciri-ciri Opius sp adalah sebagai berikut:
• Tubuh kecil berwarna orange coklat dengan antenna panjang
• Periode kepompong 7-9 hari
• Parasit dewasa hidup 3-4 hari, Setiap larva memarasit 1 ekor larva inang
(Tengkano dan Soehardjan, 1985).


4.    Kimia
Sebelum aplikasi insektisida dilakukan pemantauan OPT dan aplikasinya apabila diperlukan. Pestisida yang telah terdaftar dan diizinkan Menteri Pertanian untuk OPT gerbera belum ada, namun demikian untuk sementara dapat menggunakan insektisida seperti insektisida Neem azal T/S Azadirachtin 1 % (Baso et al., 2000 dalam A.S Duriat et al., 2006) atau Trigad 75 WP, Agrimec 18 EC (Novartis, 1998 dalam A.S. Duriat et al., 2006).

5.    Karantina
Tidak membawa bibit dari daerah endemik ke daerah lainnya. Liriomyza huidobrensis merupakan hama baru pada tanaman kentang. Hama ini pertama kali dilaporkan menyerang tanaman kentang di Puncak, Jawa Barat pada tahun 1994 dan diduga telah resisten terhadap berbagai jenis insektisida dari golongan organofosfat, karbamat, dan piretroid sintetik. Upaya pengendalian hama tersebut diarahkan pada program pengendalian hama terpadu (PHT). Dalam program tersebut penggunaan insektisida hanya dilakukan apabila populasi hama sudah mencapai ambang pengendalian dan jenis insektisida yang digunakan harus selektif.
Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian No.: 698/kpts/tp.120/8/1998 Tentang Izin Pemasukan Beberapa Jenis Parasitoid Dari Hawaii Ke Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia. Memberikan izin kepada Pusat Kajian Pengendalian Hama Terpadu, Institut Pertanian Bogor untuk memasukkan 5 (lima) jenis parasitoid dari Hawaii untuk mengendalikan hama Liriomyza – huidobrensis melalui Bandar Udara Soekarno – Hatta, Jakarta.
Jenis-jenis parasitoid dimaksud adalah sebagai berikut :
1. Diglyphus-begini, ektoparasitoid larva;
2. Diglyphus-intermedius, ektoparasitoid larva;
3. Chrysocaris-oscinidus, endoparasitoid larva-pupa;
4. Ganaspidium-utilis, endoparasitoid larva-pupa;dan
5. Halticoptera-circulus, endoparasitoid larva-pupa.
6.    Pengendalian Alternatif
Memasang perangkap lalat. Pemasangan yellow sticky trap dengan membentangkan kain kuning (lebar 0,9 m x panjang sesuai kebutuhan atau 7 m, untuk setiap lima bedengan memanjang) berperekat di atas tajuk tanaman kentang (Baso et al. 2000). Goyangkan pada tanaman membuat lalat dewasa beterbangan dan terperangkap pada kain kuning

KESIMPULAN
1.    Hama Liriomyza huidobrensis merupakan salah satu hama penting pada tanaman kentang. PAda serangan parah L. huidobrensis bisa menyebabkan seluruh pertanaman hancur dengan daun tanaman tampak berwarna merah kecoklatan. Untuk gejala awal dapat menimbulkan bintik-bintik coklat akibat tusuka ovipositor. Selain itu terlihat lubang kerokan dalam dau yang disebabkan oleh larva. Untuk pengendalian dai L. huidobrensis dapat memanfaatkan musuh alami seperti H. varicornis atau Opius sp. ataupun dengan pengendalian lainnya baik secara mekanis, kultur teknis, biologis, kimia dan karantina.
Sumber :
1.    Anonim. Penggorok daun (leafminer) Liriomyza sp. (On-line). http://ditlin.hortikultura.deptan.go.id/pot_tanaman_hias/gerbera/penggorok_daun. diakses tanggal 9 September 2008.
2.    Anonim. Protocol For Diagnosis of quarantine Organisme. (On-line). http://www.CSI.gov.uk. diakses tanggal 9 September 2008
3.    Duriat, A.S., O. Gunawan dan N. Gunaeni. 2006. Penerapan Teknologi PHT pada Tanaman Kentang. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Bandung.
4.    Obari, Helda. 2001. Peranan Tanaman Inang terhadap Parasitod dari Liriomyza spp, Hemiptarsensus varicurnis (Hymenopteri, Eulopidae). (On-line). http://www.hpt-unlam.com/HeldaAGOSCINTAE.pdf. diakses tanggal 12 September 2008.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar