PASCA PANEN
|
||||||||||||||||||||||||
|
Alam merupakan sebuah ciptaan tuhan yang dititipkan oleh-Nya, sehingga haruslah dijaga karena ini sebuah titipan!
Kamis, 20 September 2012
Teknik Pasca Panen Tanaman Ketela Pohon
Senin, 10 September 2012
Agrobisnis Kakao
Artikel
yang terkait:
Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan yang peranannya
cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan
kerja, sumber pendapatan dan devisa negara. Disamping itu kakao juga berperan
dalam mendorong pengembangan wilayah dan pengembangan agroindustri. Pada tahun
2002, perkebunan kakao telah menyediakan lapangan kerja dan sumber pendapatan
bagi sekitar 900 ribu kepala keluarga petani yang sebagian besar berada di
Kawasan Timur Indonesia (KTI) serta memberikan sumbangan devisa terbesar ke
tiga sub sektor perkebunan setelah karet dan kelapa sawit dengan nilai sebesar
US $ 701 juta.
Perkebunan kakao Indonesia
mengalami perkembangan pesat sejak awal tahun 1980-an dan pada tahun 2002,
areal perkebunan kakao Indonesia
tercatat seluas 914.051 ha dimana sebagian besar (87,4%) dikelola oleh rakyat
dan selebihnya 6,0% perkebunan besar negara serta 6,7% perkebunan besar swasta.
Jenis tanaman kakao yang diusahakan sebagian besar adalah jenis kakao lindak
dengan sentra produksi utama adalah Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan
Sulawesi Tengah. Disamping itu juga diusahakan jenis kakao mulia oleh
perkebunan besar negara di Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Keberhasilan perluasan areal tersebut telah memberikan hasil nyata
bagi peningkatan pangsa pasar kakao Indonesia di kancah perkakaoan
dunia. Indonesia berhasil menempatkan
diri sebagai produsen kakao terbesar kedua dunia setelah Pantai Gading (Cote d’Ivoire) pada tahun 2002,
walaupun kembali tergeser ke posisi ketiga oleh Ghana pada tahun 2003. Tergesernya
posisi Indonesia tersebut
salah satunya disebabkan oleh makin mengganasnya serangan hama PBK. Di samping itu, perkakaoan Indonesia
dihadapkan pada beberapa permasalahan antara lain: mutu produk yang masih
rendah dan masih belum optimalnya pengembangan produk hilir kakao. Hal ini
menjadi suatu tantangan sekaligus peluang bagi para investor untuk
mengembangkan usaha dan meraih nilai tambah yang lebih besar dari agribisnis
kakao.
Indonesia sebenarnya berpotensi untuk menjadi produsen utama kakao dunia,
apabila berbagai permasalahan utama yang dihadapi perkebunan kakao dapat
diatasi dan agribisnis kakao dikembangkan dan dikelola secara baik. Indonesia masih
memiliki lahan potensial yang cukup besar untuk pengembangan kakao yaitu lebih
dari 6,2 juta ha terutama di Irian Jaya, Kalimantan Timur, Sulawesi Tangah
Maluku dan Sulawesi Tenggara. Disamping itu kebun yang telah di bangun masih
berpeluang untuk ditingkatkan produktivitasnya karena produktivitas rata-rata
saat ini kurang dari 50% potensinya. Di sisi lain situasi perkakaoan dunia
beberapa tahun terakhir sering mengalami defisit, sehingga harga kakao dunia
stabil pada tingkat yang tinggi. Kondisi ini merupakan suatu peluang yang baik
untuk segera dimanfaatkan. Upaya peningkatan produksi kakao mempunyai arti yang
stratigis karena pasar ekspor biji kakao Indonesia masih sangat terbuka dan
pasar domestik masih belum tergarap.
Dengan kondisi harga kakao dunia yang relatif stabil dan cukup
tinggi maka perluasan areal perkebunan kakao Indonesia diperkirakan akan terus
berlanjut dan hal ini perlu mendapat dukungan agar kebun yang berhasil dibangun
dapat memberikan produktivitas yang tinggi. Melalui berbagai upaya perbaikan
dan perluasan maka areal perkebunan kakao Indonesia pada tahun 2010
diperkirakan mencapai 1,1 juta ha dan diharapkan mampu menghasilkan produksi
730 ribu ton/tahun biji kakao. Pada tahun 2025, sasaran untuk menjadi produsen
utama kakao dunia bisa menjadi kenyataan karena pada tahun tersebut total areal
perkebunan kakao Indonesia
diperkirakan mencapai 1,35 juta ha dan mampu menghasilkan 1,3 juta ton/tahun biji
kakao.
Untuk mencapai sasaran produksi tersebut diperlukan investasi
sebesar Rp 16,72 triliun dan dukungan berbagai kebijakan untuk menciptakan
iklim usaha yang kondusif. Dana investasi tersebut sebagian besar bersumber
dari masyarakat karena pengembangan kakao selama ini umumnya dilakukan secara
swadaya oleh petani. Dana pemerintah diharapkan dapat berperan dalam memberikan
pelayanan yang baik dan dukungan fasilitas yang tidak bisa ditanggulangi petani
seperti biaya penyuluhan dan bimbingan, pembangunan sarana dan prasaran jalan
dan telekomunikasi, dukungan gerakan pengendalian hama PBK secara nasional,
dukungan untuk kegiatan penelitian dan pengembangan industri hilir.
Beberapa kebijakan pemerintah yang sangat dibutuhkan dalam
pengembangan agribisnis kakao 5 sampai 20 tahun ke depan antara lain:
Penghapusan PPN dan berbagai pungutan, aktif mengatasi hambatan ekspor dan
melakukan lobi untuk menghapuskan potangan harga, mendukung upaya pengendalian
hama PBK dan perbaikan mutu produksi serta menyediakan fasilitas pendukungnya
secara memadai.
Pengertian Kakao dan Berbagai Hal Mengenai Kakao
Pengertian Kakao dan Berbagai Hal Mengenai Kakao
Kakao (Theobroma cacao) merupakan tumbuhan
berwujud pohon
yang berasal dari Amerika Selatan. Dari biji tumbuhan ini
dihasilkan produk olahan yang dikenal sebagai cokelat.
Kakao merupakan tumbuhan tahunan (perennial) berbentuk pohon, di alam dapat
mencapai ketinggian 10m. Meskipun demikian, dalam pembudidayaan tingginya
dibuat tidak lebih dari 5m tetapi dengan tajuk menyamping yang meluas. Hal ini
dilakukan untuk memperbanyak cabang produktif.
Bunga
kakao, sebagaimana anggota Sterculiaceae lainnya, tumbuh langsung
dari batang
(cauliflorous). Bunga sempurna berukuran kecil (diameter maksimum 3cm),
tunggal, namun nampak terangkai karena sering sejumlah bunga muncul dari satu
titik tunas. Penyerbukan bunga dilakukan oleh serangga (terutama lalat kecil (midge)
Forcipomyia, semut bersayap, afid, dan beberapa lebah Trigona)
yang biasanya terjadi pada malam hari1. Bunga siap diserbuki
dalam jangka waktu beberapa hari. Kakao secara umum adalah tumbuhan menyerbuk
silang dan memiliki sistem inkompatibilitas-sendiri (lihat penyerbukan).
Walaupun demikian, beberapa varietas kakao mampu melakukan penyerbukan sendiri
dan menghasilkan jenis komoditi dengan nilai jual yang lebih tinggi.
Buah tumbuh dari bunga yang diserbuki. Ukuran buah jauh lebih besar
dari bunganya, dan berbentuk bulat hingga memanjang. Buah terdiri dari 5 daun buah dan memiliki ruang dan di
dalamnya terdapat biji.
Warna buah berubah-ubah. Sewaktu muda berwarna hijau hingga ungu. Apabila masak
kulit luar buah biasanya berwarna kuning. Biji terangkai pada plasenta
yang tumbuh dari pangkal buah, di bagian dalam. Biji dilindungi oleh salut biji (aril) lunak berwarna putih.
Dalam istilah pertanian
disebut pulp. Endospermia biji mengandung lemak dengan kadar
yang cukup tinggi. Dalam pengolahan pascapanen, pulp difermentasi selama tiga
hari lalu biji dikeringkan di bawah sinar matahari.
Delapan negara penghasil kakao terbesar adalah (data tahun panen
2005) adalah Pantai Gading (38%), Ghana (19%), Indonesia
(13%, sebagian besar kakao curah), Nigeria
(5%), Brasil
(5%), Kamerun
(5%), Ekuador
(4%), Malaysia
(1%) dan Negara-negara lain menghasilkan 9% sisanya.
Kakao sebagai komoditas perdagangan biasanya dibedakan menjadi dua
kelompok besar: kakao mulia ("edel cacao") dan kakao curah
("bulk cacao"). Di Indonesia, kakao mulia dihasilkan oleh beberapa
perkebunan tua di Jawa. Varietas penghasil kakao mulia berasal dari pemuliaan
yang dilakukan pada masa kolonial Belanda, dan dikenal dari namanya yang
berawalan "DR" (misalnya DR-38). Singkatan ini diambil dari singkatan
nama perkebunan tempat dilakukannya seleksi (Djati Roenggo, di daerah Ungaran,
Jawa Tengah). Varietas kakao mulia berpenyerbukan sendiri. Sebagian
besar daerah produsen kakao di Indonesia
menghasilkan kakao curah. Kakao curah berasal dari varietas-varietas yang self-incompatible.
Kualitas kakao curah biasanya rendah, meskipun produksinya lebih tinggi. Bukan
rasa yang diutamakan tetapi biasanya kandungan lemaknya.
Langganan:
Postingan (Atom)